Selasa, 18 Mei 2010

Data Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia mengungkapkan, pada tahun 2004 jumlah penyalah guna narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya atau narkoba di republik ini adalah sebesar 1,5 persen dari populasi, atau sekitar 3,2 juta orang. Sebanyak empat dari 100 pelajar dan mahasiswa adalah penyalah guna narkoba.

Setiap bulannya 2,8 persen dari mereka menyalahgunakan narkoba, dan umumnya lebih dari satu jenis narkoba. Usia termuda pengguna narkoba adalah tujuh tahun, dan rata-rata mereka pertama kali menggunakan narkoba saat berusia 15 tahun, dengan angka terbesar penyalah guna narkoba berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa.

Data tersebut memperlihatkan betapa saat ini lingkungan sekolah telah menjadi salah satu pasar potensial bagi peredaran gelap narkoba. Dan betapa mengerikan ancaman bahaya penyalahgunaan narkoba ini terhadap kehancuran generasi penerus bangsa Indonesia di masa depan apabila tidak ada penanganan yang serius, efektif, dan konsisten oleh segenap komponen bangsa, baik pemerintah maupun masyarakat.

Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba memang telah menjadi sebuah fenomena global yang sangat kompleks dan multidimensional. Dampak buruknya kian merambah ke semua tatanan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Demikian dahsyat laju perkembangan masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba itu sehingga tidak ada satu daerah pun di negeri ini yang bebas dari permasalahan tersebut.

Untuk itu, sekolah memegang peranan yang krusial dalam menanggulangi permasalahan penyalahgunaan narkoba karena sekolah merupakan tempat berkumpulnya anak-anak muda yang sering dijadikan target sasaran oleh para pengedar gelap narkoba.

Paling efektif

Sekolah tempat anak-anak umumnya berada selama 5-6 jam per hari merupakan lembaga yang mempunyai potensi sangat besar untuk memengaruhi kehidupan anak-anak sehari-hari. Sebagai tempat anak- anak berkumpul dengan kelompok sebaya mereka (peer group), sekolah dapat menjadi suatu ajang pertukaran, pembagian, jual beli, dan perkenalan terhadap penyalahgunaan narkoba yang paling efektif.

Salah satu unsur yang mempunyai peranan penting serta dapat diberdayakan untuk membentengi siswa dan membebaskan sekolah dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba adalah para guru.

Guru, secara psikologis, dalam masa perkembangan remaja, dapat memberikan pengaruh kuat terhadap perubahan dan pembentukan perilaku anak didiknya di lingkungan sekolah. Ia dapat menjadi agen model perubahan perilaku bagi siswa yang telanjur menjadi korban penyalahgunaan narkoba serta motivator penguat perilaku siswa ke arah mencegah dan menghindarkan diri dari pengaruh penyalahgunaan narkoba.

Di sini guru memegang peranan yang sangat penting dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba di sekolah. Salah satunya adalah mengupayakan suatu keadaan yang dapat menguatkan motivasi siswa untuk belajar di sekolah melalui berbagai aktivitas yang menyenangkan dan berorientasi atau berpusat pada siswa. Dalam jangka panjang, hal itu akan mendorong tingkah laku yang positif sehingga meminimalisasi dorongan penyalahgunaan narkoba.

Pencegahan adalah upaya membantu individu menghindarkan diri dari memulai atau mencoba menyalahgunakan narkoba (tindakan antisipatif) dengan menjalani cara dan gaya hidup sehat serta mengubah kondisi kehidupan yang membuat individu mudah terjangkit penyalahgunaan narkoba. Sementara penyalahgunaan narkoba itu sendiri adalah penggunaan narkoba bukan untuk tujuan pengobatan, yang menimbulkan perubahan fungsi fisik dan psikis serta ketergantungan, tanpa resep dan pengawasan dokter.

Maka dari itu, pencegahan penyalahgunaan narkoba merupakan bagian penting dari keseluruhan upaya pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN). Bukankah mencegah lebih baik daripada mengobati? Dalam arti, upaya pencegahan lebih murah dan lebih hemat biaya daripada upaya lainnya serta lebih mudah dan menyenangkan.

Kewajiban guru

Guru, sebagaimana anggota masyarakat lainnya, dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba mempunyai beberapa kewajiban berikut. Pertama, mengetahui siapa yang menjadi korban, kenapa dan bagaimana itu terjadi, dan di mana kasus penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba itu terjadi.

Kedua, memahami apa yang sebenarnya terjadi dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di wilayahnya, dalam hal ini lingkungan sekolah. Ketiga, menyosialisasikan adanya peraturan perundang- undangan tentang narkoba disertai ancaman hukuman yang tidak dapat ditawar-tawar lagi dan diberlakukan bagi seluruh rakyat/warga negara Indonesia. Terakhir, melaporkan secara ringkas dan jelas, didukung bukti-bukti otentik, setiap kasus penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba dengan memerhatikan hal-hal pokok yang membedakan antara korban, pengedar, dan bandar.

Ringkasnya, para guru diharapkan mampu melaksanakan upaya P4GN tersebut sesuai dengan peran dan fungsinya sebagai pendidik serta warga negara yang baik (good citizen).

Apabila para guru yang berjumlah sekitar 2,6 juta orang itu bersama- sama dengan lebih dari 200 juta warga masyarakat lainnya di seluruh Indonesia mengetahui bahaya penyalahgunaan narkoba dan berperan aktif dalam upaya mencegahnya semenjak dini, sedari lingkungan komunitasnya masing-masing, diharapkan akan semakin banyak anak bangsa yang terhindar dari barang-barang haram itu.

Pada gilirannya, ancaman adanya the lost generation mudah-mudahan tidak akan terjadi di bumi Nusantara tercinta ini. Jadikan momentum Hari Antinarkoba Internasional 26 Juni 2006 ini sebagai saat yang tepat untuk memulainya. Bukankah lebih baik terlambat berbuat daripada tidak sama sekali?